Beranda Berita Internasional Di Balik Perpisahan ‘Tak Terhormat’: Elon Musk, Obat Bius, dan Mesin Pengawasan...

Di Balik Perpisahan ‘Tak Terhormat’: Elon Musk, Obat Bius, dan Mesin Pengawasan Total ala Kekaisaran AS

POROS PERLAWANAN || LINGKARAKTUAL.COM || – Pada Jumat 30 Mei, panggung kekuasaan Amerika Serikat menyaksikan sebuah episode dramatis; perpisahan Elon Musk dari Pemerintahan Trump. Bagi media arus utama, ini adalah berita besar. Namun bagi yang memahami nadi rezim imperialis modern, ini adalah kegagalan internal rezim itu sendiri, di mana dua ego besar, dua wajah narsisis sistem, saling beradu dalam arena yang mereka ciptakan sendiri.

Elon Musk, yang dilantik lima bulan lalu sebagai Kepala “Departemen Efisiensi”, sebuah Badan artifisial khas Trump yang katanya dibentuk untuk menghemat anggaran negara, akhirnya tersingkir. Spekulasi meluas. Namun satu hal pasti, bahwa Washington telah kehilangan satu lagi topengnya.

Trump, dalam gaya populis khasnya, mencoba menyelamatkan muka dan berkata: “Dia menanggung semua hinaan, fitnah, dan penganiayaan karena dia mencintai Amerika.” Akan tetapi, dunia tahu, cinta itu ternyata bersyarat. Sudut mata lebam Musk di upacara perpisahan, yang katanya akibat pukulan dari anaknya, lebih menyerupai simbol pukulan sistem terhadap dirinya sendiri. “Bahkan anak usia lima tahun pun bisa melakukannya,” katanya sambil tersenyum pahit, sebuah pengakuan tak langsung bahwa kekuatan sejati bukan milik para konglomerat.

Berita Lainnya  Wali Kota dan Ketua DPRD Kota Bekasi Tandatangani Komitmen Penguatan Sinergi Pemberantasan Korupsi se-Jawa Barat

“Ketamin dan Kekuasaan, Obat Perangsang Kekaisaran”

The New York Times, yang biasanya berperan sebagai pelindung narasi elite, kali ini menampilkan sisi gelap sang maestro teknologi, bahwa Elon Musk mengidap ketergantungan berat pada narkotika. Ketamin, ekstasi, psikedelik, dan semua menjadi bagian dari ritual harian seorang tokoh yang memiliki akses ke rapat rahasia Gedung Putih dan bahkan pengambilan keputusan strategis tingkat global.

Menurut laporan tersebut, Musk membawa sekitar 20 pil setiap hari. Kandung kemihnya rusak. Lemari obatnya penuh dengan Adderall. Juga belum jelas apakah saat berada dalam pertemuan penting dengan pemimpin asing, ia dalam keadaan sadar sepenuhnya. Trump hanya menjawab: “Saya tidak tahu. Tapi saya pikir dia orang hebat.” Inilah wajah moral pemimpin Barat: penyangkalan, pembiaran, dan pembenaran demi citra kekuasaan.

“Janji Palsu dan Retakan di Dalam Gedung Putih”

Wall Street Journal menambahkan dimensi yang lebih gamblang lagi, bahwa ketidakmampuan Musk memenuhi janji pemangkasan anggaran $1 triliun, bentrokan dengan Peter Navarro yang ia sebut “idiot”, keputusan sepihak memecat ratusan ribu staf tanpa pemberitahuan, serta permintaan akses data sensitif dari berbagai instansi. Bahkan Trump, dalam momen frustrasi, bertanya kepada stafnya: “Apakah semua janji Elon hanyalah omong kosong?”

Berita Lainnya  Ingin Lintasi Laut Merah dengan Aman, Mantan ‘Penguasa Lautan’ Terpaksa Minta Restu Yaman

Di balik semua ini adalah kegagalan sistemik. Sistem yang mempercayakan kekuasaan kepada para miliarder dan mengabaikan struktur kolektif. Sistem yang mengira bahwa teknologi adalah pengganti akhlak.

“Misteri Sam Altman dan Hasrat Pengawasan Total”

Perseteruan Musk meluas hingga ke luar negeri, saat ia memprotes keras kesepakatan rahasia dengan pesaingnya, Sam Altman, kesepakatan yang dirancang diam-diam di Asia Barat dan menyebabkan perubahan mendadak dalam agenda kunjungan kenegaraan Trump. Akhirnya, untuk meredakan Musk, Altman dilarang tampil bersama Trump di depan publik.

Namun puncak dari kebusukan sistem ini bukanlah Elon Musk, melainkan proyek gelap yang disembunyikan di balik layar: kolaborasi Gedung Putih dan Palantir dalam proyek “pengawasan total rakyat”. Lewat perintah eksekutif Trump sejak Maret 2025, berbagai lembaga Federal kini saling berbagi data sensitif, mulai dari rekening bank, catatan medis, pinjaman mahasiswa hingga status disabilitas warga.

Berita Lainnya  Wabup Yusuf Nache Hadiri Kegiatan Pengobatan Mata Katarak Dan PteryGiu

Palantir, perusahaan yang terkenal sebagai “mata digital” imperium, telah mengantongi ratusan juta Dolar dari Pemerintah AS. Kini, ia berdiri sebagai pilar sistem pengawasan ala Orwel, yang mengancam tak hanya imigran dan buruh, tetapi juga mereka yang berani berpikir berbeda.

“Di Mana Hegemoni Retak, Kebenaran Menyelinap Masuk”

Hengkangnya Elon Musk dari Pemerintahan Trump bukan hanya drama politik. Ini adalah refleksi dari keretakan dalam tubuh rezim yang dibangun di atas ilusi efisiensi, narkotika teknologi, dan kekuasaan tanpa batas.

Dunia tak membutuhkan lebih banyak insinyur yang kecanduan ketamin, atau miliarder yang bermain dengan data publik. Sebaliknya, yang dibutuhkan dunia adalah perlawanan.

Di balik layar keruntuhan para raksasa inilah, Poros Perlawanan membaca peluang, ketika ego musuh saling bertabrakan, ketika topeng mereka jatuh, maka kebenaran mulai berbicara. Kini, dalam peradaban yang sedang runtuh, yang tersisa bukan lagi nama besar, melainkan jejak kehinaan yang terpatri dalam sejarah.

(Redaksi)

Bagikan Artikel