GAZA, Palestina || LINGKARAKTUAL.COM || – Dilansir Almayadeen, rekaman video dan laporan saksi mata mengungkap tragedi memilukan pada MInggu 1 Juni di Rafah Barat, Gaza Selatan, ketika pasukan pendudukan Israel (IOF) dilaporkan menembaki ribuan warga sipil Palestina yang tengah mengantre bantuan makanan. Insiden itu terjadi di pusat distribusi milik Gaza Humanitarian Foundation (GHF), lembaga yang disebut mendapat dukungan dari Amerika Serikat dan Israel.
Dalam rekaman yang kini viral di media sosial, terdengar teriakan “Ya Tuhan! Ya Tuhan!” disertai suara tembakan bertubi-tubi. Tubuh korban terlihat berserakan di tanah, sementara orang-orang yang terluka menjerit minta tolong. Banyak dari mereka datang ke lokasi hanya untuk mencari makanan bagi anak-anak mereka.
Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, sedikitnya 30 warga sipil tewas dan lebih dari 200 lainnya luka-luka, sebagian besar dalam kondisi kritis. Pemeriksaan medis menunjukkan bahwa hampir semua korban tewas ditembak satu kali di kepala atau dada, sebuah pola yang dianggap menunjukkan eksekusi terarah dan mematikan.
“Korban yang datang ke rumah sakit semuanya adalah warga sipil,” ungkap dr. Ahmed Abu Sweid, seorang dokter gawat darurat di Kompleks Medis Nasser. “Sebagian besar menderita luka tembak fatal di kepala atau dada. Saya belum pernah melihat kekejaman seperti ini sebelumnya.”
Saksi mata mengatakan bahwa warga telah mengantre sejak fajar dalam kondisi lapar dan putus asa. Namun saat gerbang dibuka, kendaraan militer Israel tiba-tiba melepaskan tembakan ke arah kerumunan tanpa peringatan. Beberapa warga menyebut kejadian itu sebagai “jebakan maut”.
Ironisnya, GHF merilis pernyataan yang menyebut distribusi bantuan berlangsung “damai dan tanpa insiden”. Mereka bahkan merilis video 15 menit tanpa suara untuk membuktikan klaim tersebut. Namun, laporan dari Associated Press dan para saksi langsung membantahnya. Reporter AP yang tiba di rumah sakit sekitar pukul 06.00 pagi mencatat puluhan korban luka, termasuk perempuan dan anak-anak, serta beberapa warga kembali tanpa membawa bantuan apa pun.
Kepala UNRWA, Philippe Lazzarini, turut mengecam kejadian ini, menyebut distribusi bantuan di Gaza telah berubah menjadi “perangkap mematikan.” Ia menegaskan bahwa pengiriman bantuan harus dilakukan oleh lembaga kemanusiaan internasional di bawah PBB agar aman dan terkoordinasi.
Laporan juga menyebut bahwa IOF menggunakan pengeras suara untuk mempermalukan warga yang kelaparan, menyuruh mereka “pulang ke rumah” sebelum menembaki mereka. Saksi lain menyebut, “Roti kami kini berlumuran darah.”
Tragedi ini semakin mempertegas kondisi Gaza yang semakin kritis di tengah blokade, serangan udara, dan krisis kemanusiaan yang belum menunjukkan tanda-tanda akan mereda. Masyarakat internasional pun semakin mendesak agar ada penyelidikan independen dan penghentian kekerasan terhadap warga sipil yang tidak bersenjata.
(Redaksi)