SUKAWANGI-KAB.BEKASI, Jawa Barat || LINGKARAKTUAL.COM || – Wilayah utara Kabupaten Bekasi, khususnya di Kecamatan Sukawangi, tengah menghadapi permasalahan serius terkait irigasi pertanian yang vital bagi kelangsungan hidup para petani. Minggu(10/08/2025).
Aliran irigasi Srengseng Hilir yang seharusnya menjadi sumber air utama untuk mengairi sawah kini terancam oleh tumpukan sampah domestik dan pertumbuhan gulma yang masif.
Kondisi ini tidak hanya menyempitkan aliran air, tetapi juga berdampak langsung pada produktivitas pertanian dan kesejahteraan petani yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini.
Upaya penanganan sampah dan normalisasi saluran irigasi menjadi krusial untuk mengatasi krisis yang dihadapi para petani di wilayah ini.
“Dampak Tumpukan Sampah terhadap Aliran Irigasi”
Tumpukan sampah domestik yang mengular di sepanjang aliran Kali Srengseng Hilir telah menimbulkan dampak signifikan terhadap fungsi irigasi di Kecamatan Sukawangi.
Sampah-sampah ini, yang mayoritas berasal dari aktivitas rumah tangga warga, secara perlahan namun pasti menyumbat aliran air, menyebabkan penyempitan badan sungai. Akibatnya, volume air yang mampu mengalir ke areal persawahan menjadi berkurang drastis, terutama saat musim kemarau tiba.
Kondisi ini diperparah dengan adanya material lain seperti eceng gondok yang tumbuh subur di lingkungan yang tercemar sampah, semakin menghambat kelancaran aliran air.
Salah satu warga dari Pemuda Sukaringin “(Mulyadi) memberikan keterangan. ” Ya. Saya berharap kondisi ini secepatnya di tangani oleh pemerintah daerah, dari mulai pembenahan sampah dan irigasi yang semakin memyempit.”Unarnya.
Warga juga mendorog pemerintah khususnya dari Dinas Lingkungan Hidup dan Bina Marga Kabupaten Bekasi harus mempercepat perbaikan normalisasi irigasi dan Pembenahan sampah yang menumpuk untuk segera di atasi, warga juga berpartisipasi jika ada dukungan yang serius dari pemerintah. “Katanya Mulyadi.
Penyumbatan ini menyebabkan distribusi air menjadi tidak merata, di mana beberapa area sawah mungkin tergenang sementara area lain justru mengalami kekeringan parah.
Situasi ini sangat merugikan petani yang membutuhkan pasokan air yang stabil dan cukup untuk pertumbuhan padi dan tanaman lainnya.
Selain itu, sampah yang menumpuk juga berpotensi menimbulkan masalah kesehatan dan lingkungan, seperti bau tidak sedap yang mengganggu aktivitas warga sekitar.
Upaya pembersihan sampah di aliran sungai ini harus dilakukan dengan serius oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bekasi. Agar tidak terjadi kembali kondisi irigasi dan sampah yang terus menyumbat dan dapat merugikan petani.
“Ancaman Gulma dan Vegetasi Liar pada Saluran Irigasi”
Selain sampah domestik, pertumbuhan gulma dan vegetasi liar seperti eceng gondok juga menjadi ancaman serius bagi kelancaran irigasi di Kali Srengseng Hilir.
Vegetasi ini tumbuh subur karena ketersediaan nutrisi dari sampah organik yang terurai dan kondisi air yang stagnan akibat penyumbatan sampah.
Keberadaan gulma dalam jumlah besar dapat menyerap cadangan air yang tersedia, mengurangi volume air yang sampai ke lahan pertanian.
Lebih jauh lagi, pertumbuhan gulma ini dapat semakin mempersempit lebar aliran sungai, bahkan menutup sebagian alirannya, yang secara langsung menghambat distribusi air irigasi ke sawah-sawah petani.
Dampak dari penyempitan aliran akibat gulma ini sangat terasa terutama saat musim kemarau saat ini, ketika kebutuhan air irigasi meningkat tajam.
Petani di wilayah utara Kabupaten Bekasi, seperti di Kecamatan Sukawangi, sering kali mengeluhkan kondisi ini karena sawah mereka menjadi kering dan terancam gagal tanam.
Padahal, sektor pertanian merupakan tulang punggung ekonomi bagi banyak keluarga di daerah tersebut.
“Krisis Air Irigasi dan Dampaknya pada Petani”
Kombinasi antara tumpukan sampah domestik dan pertumbuhan gulma di Kali Srengseng Hilir telah memicu krisis air irigasi yang meresahkan para petani di wilayah utara Kabupaten Bekasi, termasuk di Kecamatan Sukawangi.
Akibat penyempitan dan penyumbatan aliran air, ketersediaan air untuk mengairi sawah menjadi sangat terbatas, terutama selama musim kemarau.
Ribuan hektare sawah terancam kekeringan, memaksa petani untuk mengurangi intensitas tanam atau bahkan terpaksa menunda penanaman.
Krisis air ini secara langsung mengancam ketahanan pangan lokal dan kesejahteraan para petani.
Pendapatan mereka menurun drastis karena gagal panen atau penurunan hasil panen.
Keluhan petani ini mengemuka karena bergantung pada aliran irigasi Srengseng Hilir sebagai sumber air utama.
Dalam beberapa kasus, pembangunan infrastruktur seperti Bendungan Hanjatan (BHS) juga sempat dikhawatirkan memicu krisis air irigasi di Kabupaten Bekasi, meskipun ini merupakan isu yang berbeda namun berkaitan dengan pengelolaan sumber daya air.
“Solusi Jangka Panjang dan Keterlibatan Masyarakat”
Menghadapi permasalahan sampah di sungai dan dampaknya terhadap irigasi, diperlukan solusi jangka panjang yang melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan sektor terkait lainnya.
Salah satu langkah krusial adalah meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pengelolaan sampah yang bertanggung jawab, seperti memilah sampah dari sumbernya dan membuangnya ke tempat yang semestinya.
Edukasi dan kampanye publik yang berkelanjutan mengenai dampak buruk sampah terhadap lingkungan dan sumber daya air sangat diperlukan.
Selain itu, pemerintah perlu terus memperkuat infrastruktur pengelolaan sampah, termasuk penyediaan tempat pembuangan akhir (TPA) yang memadai dan fasilitas daur ulang.
Peningkatan kapasitas dan efektivitas DLH dalam melakukan penertiban dan penindakan terhadap pelaku pembuangan sampah ilegal juga menjadi penting.
Keterlibatan masyarakat dalam program kebersihan sungai, seperti gerakan membersihkan sungai secara rutin, dapat memberikan dampak positif yang signifikan.
(Hendrik Badong)
Editor: Jefri Susanto