BEKASI KOTA, JAWA BARAT || LINGKARAKTUAL.COM || — Peringatan International Day to End Impunity for Crimes against Journalists tahun ini kembali membuka luka lama dunia pers Indonesia. Di Kabupaten Bekasi, nama Diori Parulian Ambarita, atau akrab disapa Ambar, menjadi simbol nyata rentannya profesi jurnalis dan lemahnya komitmen penegakan hukum terhadap kekerasan yang menimpa pewarta.
Ambar jurnalis investigasi sekaligus Dewan Pengawas DUA Forum Wartawan Jaya (FWJ) Indonesia menjadi korban dua tindak kriminal pada tahun 2025. Kasus pertama terjadi pada Januari 2025 di wilayah hukum Polsek Babelan, ketika Ambar tengah menelusuri dugaan penyimpangan suatu hal di lapangan. Ia diserang oleh orang tak dikenal yang diduga memiliki keterkaitan dengan pihak yang tengah ia investigasi dan konfirmasi.

Belum pulih dari insiden itu, kekerasan kedua kembali menimpa Ambar pada September 2025 di wilayah Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi. Saat melakukan liputan lanjutan terkait distribusi produk tidak layak konsumsi (expired), ia mengalami pengeroyokan, intimidasi, dan perampasan alat liputan disertai ancaman serius.
Meski kedua kasus telah dilaporkan ke kepolisian, hingga kini belum ada pelaku yang ditangkap. Proses hukum berjalan lamban, bahkan nyaris terhenti tanpa kejelasan arah.
Situasi ini menimbulkan keprihatinan mendalam di kalangan jurnalis dan publik yang peduli terhadap kebebasan pers dan akuntabilitas hukum.
“Kasus ini sudah jelas dan bukti telah diserahkan, tetapi penanganannya jalan di tempat. Kami menuntut keseriusan aparat untuk menuntaskan kasus ini secara transparan,” tegas salah satu pengurus FWJ Indonesia Kota Bekasi dalam pernyataannya pada, Sabtu (02/11/2025).
*Serangan terhadap Pers, Serangan terhadap Publik*
Kekerasan terhadap jurnalis bukan sekadar pelanggaran terhadap individu, melainkan serangan langsung terhadap hak publik atas informasi yang benar.
Dukungan terhadap Ambar datang dari berbagai organisasi pers dan lembaga masyarakat sipil seperti AWIBB (Aliansi Wartawan Indonesia Bangkit Bersama), FPII (Forum Pers Independen Indonesia), PWRI (Persatuan Wartawan Republik Indonesia), serta sejumlah LSM dan LBH.
“Kami berdiri bersama Diori Parulian Ambarita. Ini bukan sekadar soal satu jurnalis, tapi tentang keselamatan dan kebebasan seluruh pewarta,” tegas perwakilan FPII dalam forum solidaritas bersama FWJ Indonesia.
Mereka menuntut agar penyelidikan tidak berhenti di meja laporan, tetapi benar-benar berlanjut hingga pelaku diadili.
Solidaritas lintas organisasi ini menegaskan bahwa impunitas bukan isu personal melainkan masalah sistemik dalam penegakan hukum dan perlindungan profesi pers di Indonesia.
“Lemahnya Perlindungan Hukum, Ancaman bagi Demokrasi”
Kasus Ambar hanyalah satu dari banyak catatan kelam impunitas terhadap kekerasan jurnalis di Tanah Air.
Data lembaga pemantau kebebasan pers menunjukkan, puluhan kasus kekerasan terhadap wartawan dalam setahun terakhir belum terselesaikan. Sebagian besar berhenti di “jalan sunyi keadilan” laporan tanpa tindak lanjut, bukti diabaikan, pelaku bebas berkeliaran.
Padahal, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers secara tegas menjamin kemerdekaan pers dan perlindungan bagi jurnalis dalam menjalankan tugasnya.
Namun dalam praktik, jurnalis kerap menjadi sasaran kekerasan ketika mengungkap kasus korupsi, kejahatan lingkungan, atau penyimpangan publik.
Kasus di Bekasi menambah daftar panjang di mana keberanian menyuarakan kebenaran dibalas dengan intimidasi, ancaman dan tindak pidana kekerasan.
*FWJI: Keadilan untuk Ambar, Keadilan untuk Pers”
Forum Wartawan Jaya Indonesia (FWJI) menegaskan komitmennya untuk mengawal kasus ini hingga tuntas.
Dalam pernyataannya, ROMMO ketua FWJ Indonesia Koord.Wilayah Bekasi Kota menyerukan agar aparat penegak hukum bersikap profesional, transparan, dan bertanggung jawab.
“Jika aparat tidak mampu melindungi jurnalis, bagaimana publik bisa percaya pada keadilan? ”ujar Ambar dalam refleksi memperingati Hari Internasional Mengakhiri Impunitas terhadap Kejahatan terhadap Jurnalis, “ujarnya.
FWJI juga berencana menggelar aksi solidaritas dan diskusi publik bertajuk “Mengakhiri Impunitas, Menegakkan Keadilan untuk Jurnalis” dengan melibatkan organisasi pers, lembaga hukum, dan publik.
Tujuannya: membangun kesadaran bahwa keselamatan jurnalis adalah bagian dari hak asasi manusia dan fondasi demokrasi.
Peringatan dan Pengingat :
Tanggal 2 November setiap tahunnya diperingati dunia sebagai International Day to End Impunity for Crimes against Journalists.
Namun bagi komunitas pers di Bekasi, hari ini bukan sekadar simbol melainkan pengingat pahit bahwa keadilan bagi Diori Parulian Ambarita dan banyak jurnalis lain masih tertunda.
“Setiap kekerasan terhadap jurnalis yang dibiarkan tanpa sanksi adalah pelanggaran terhadap demokrasi,” ujar salah satu aktivis media dalam diskusi FWJI. Kita tidak boleh membiarkan impunitas menjadi budaya, “tegas ROMMO.
Kasus Ambar adalah ujian bagi semua: aparat, masyarakat, dan negara. Selama keadilan belum ditegakkan, perjuangan itu tidak akan berhenti.
(Red)











