SUKATANI-KABUPATEN BEKASI, Jawa Barat || LINGKARAKTUAL.COM || – Banjir merupakan salah satu bencana alam yang seringkali menimbulkan kerugian besar, baik secara materiil maupun imateriil. Dampaknya dapat meluas, mulai dari rusaknya infrastruktur, hilangnya mata pencaharian, hingga ancaman kesehatan bagi masyarakat yang terdampak.
Di berbagai wilayah Indonesia, banjir telah menjadi fenomena yang berulang, memaksa pemerintah dan masyarakat untuk terus mencari solusi mitigasi dan penanggulangan yang efektif.
Kejadian banjir di Kabupaten Bekasi, misalnya, telah melanda 17 kecamatan dan 40 desa, menunjukkan skala permasalahan yang dihadapi.
Di tengah situasi rentan ini, kepemimpinan kepala desa memegang peranan krusial dalam mengorganisir upaya pencegahan dan penanganan bencana.
Namun, di Desa Sukadarma, muncul dugaan bahwa kepemimpinan kepala desa tidak responsif, menyebabkan masyarakat merasa resah dan terabaikan ketika banjir melanda wilayah Sukadarma.
“Kesiapan Desa Sukadarma dalam Menghadapi Ancaman Banjir”
Kesiapan sebuah desa dalam menghadapi ancaman banjir sangat bergantung pada berbagai faktor, termasuk infrastruktur drainase dan peran aktif pemerintah desa.
Di Desa Sukadarma, isu mengenai kesiapan menghadapi banjir menjadi sorotan utama, terutama ketika bencana tersebut terjadi.
Pemeliharaan saluran drainase yang rutin merupakan salah satu langkah preventif yang sangat penting untuk mencegah terjadinya genangan air yang lebih luas.
Namun, laporan mengenai dugaan ketidakmampuan kepala desa dalam memobilisasi masyarakat untuk melakukan pembersihan saluran drainase menimbulkan pertanyaan besar mengenai tingkat kesiapan Desa Sukadarma.
Ketika infrastruktur dasar seperti drainase tidak terkelola dengan baik, risiko banjir akan semakin meningkat, seperti yang terlihat saat ini.
Masyarakat yang tinggal di daerah rawan banjir seringkali membutuhkan dukungan dan arahan yang jelas dari pemerintah desa untuk melakukan langkah-langkah mitigasi.
Program-program seperti Desa Siaga Bencana yang berbasis masyarakat dapat menjadi solusi efektif dalam meningkatkan kapasitas desa dalam menghadapi bencana. Program ini melibatkan partisipasi aktif warga dalam mengidentifikasi risiko, merencanakan tindakan, dan melaksanakan kegiatan penanggulangan.
Namun, jika kepala desa Sukadarma tidak mampu memimpin dan mengorganisir upaya-upaya tersebut, maka masyarakat akan merasa tidak memiliki panduan dan dukungan yang memadai.
Hal ini dapat menyebabkan ketidakpercayaan terhadap kepemimpinan desa dan perasaan terabaikan, terutama saat situasi darurat seperti banjir melanda.
Tanpa kepemimpinan yang proaktif, upaya pencegahan dan penanggulangan banjir di Sukadarma berisiko menjadi tidak efektif, meninggalkan masyarakat dalam kerentanan yang lebih besar.
Warga sudah sangat resah atas kepemimpinan kepala desa yang tidak proaktif dan tidak peduli kepada warganya.
Warga mempertanyakan atas kepemimpinan nya yang diduga tidak transparan terkait anggaran DD dan dan laporan LPJ dan SPJ nya yang tidak sesuai fisik,
Kepala desa tidak mau menemui awak media saat di konfirmasi, hal ini diduga ada indikasi anggaran yang tidak transparan.
Salah satu warga di lokasi banjir dan tidak ingin disebutkan nama nya “(YT). “Ya. saya berharap dari dinas terkait khusunya Insfektorat harus menyidak ke kantor Desa Sukadarma terkait anggaran Desa.” Ujarnya.
“Saya terdampak banjir bertahun tahun tidak ada tanggapan serius dari kepala desa, dan tidak peduli adanya banjir melanda. Dan Saya mohon kepada dinas terkait harus di tindak tegas atas kinerja Kepala Desa”Katanya.
Kecamatan sukatani harus ikut serta atas banjir yang melanda di wilayahnya.
Di sisi waktu lainnya. Warga yang tidak ingin disebutkan namanya “(D). ” Ya. Dari pihak Kecamatan sukatani harus turun ke lokasi kp ceger urak urakan di belakang sekitar GOR PGRI, banjir parah drainase tidak berfungsi.
adanya banjir tersebut akan berdampak, terciptanya penyakit, lumpunhnya nilai ekonomi, dan menimbulkan kerugian besar.
Warga berharap, jika memang Kepala Desa tidak bisa bekerja, lebih baik mundur dari jabatannya. dari kinerja yang tidak proaktif dan tidak adanya transparansi terkait anggaran.
(Sugianto)