KABUPATEN BEKASI, Jawa Barat || LINGKARAKTUAL.COM || – Kampung Ceger rt. 001/003 Desa Sukadarma, Kecamatan Sukatani, Kabupaten Bekasi, kembali dilanda banjir yang merendam lingkungan warga dan menghambat aktivitas sehari-hari. Rabu(2/7/25).
Kejadian ini bukan pertama kali, namun respons pemerintah Desa yang terkesan lamban dan kurang tanggap memicu ketegangan serta konflik di antara warga.
Kondisi ini diperparah dengan kurangnya koordinasi dan penanganan yang komprehensif, menimbulkan pertanyaan besar mengenai efektivitas pemerintah Desa dalam mengelola bencana dan meredam potensi konflik yang timbul akibatnya.
“Dampak Banjir yang Merendam Kampung Ceger”
Banjir yang melanda Kampung Ceger, Desa Sukadarma, telah menimbulkan dampak yang signifikan bagi kehidupan warganya.
Ketinggian air yang merendam pemukiman warga bervariasi, menyebabkan berbagai kesulitan dalam aktivitas sehari-hari
Akses jalan menjadi licin dan berbahaya, dan banyak warga yang jatuh terpleset akibat licinnya jalan dari genangan air yang berlumut karena air yang menggenang.
hal ini menghambat mobilitas warga untuk bekerja, mencari kebutuhan pokok, atau bahkan sekadar beraktivitas di luar rumah.
Infrastruktur dasar seperti listrik dan air bersih terkadang juga terganggu akibat genangan air, menambah kompleksitas masalah yang dihadapi warga.
Salah satu warga yang tidak ingin disebutkan namanya saat di konfirmasi. “(S). dalam suaranya.” Ya. Sampai kapan masalah banjir ini selesai, setiap hujan turun pasti banjir, penyedotan air antar warga malah membuang air sembarangan, sehingga menampung di halaman rumah saya.”Ujarnya.
“Munculnya Ketegangan dan Konflik Akibat Penanganan Banjir”
Ketidakpuasan terhadap penanganan banjir oleh pemerintah Desa di Kampung Ceger memicu munculnya ketegangan antar warga.
Sebagian warga merasa bahwa upaya penanggulangan, seperti pembersihan saluran drainase yang dilakukan oleh Pemdes Sukadarma dengan mengerahkan warga tidak cukup efektif atau tidak merata.
Hal ini dapat menimbulkan rasa ketidakadilan dan saling menyalahkan di antara kelompok warga yang merasa lebih terdampak atau yang merasa telah berkontribusi lebih banyak dalam upaya penanganan.
“Keluhan Warga Terhadap Sikap Pemerintah Desa”
Banyak warga Kampung Ceger yang menyuarakan keluhan mereka terkait sikap pemerintah desa yang dianggap acuh tak acuh terhadap musibah banjir yang menimpa.
Mereka merasa bahwa respons yang diberikan lambat dan tidak memadai untuk mengatasi skala permasalahan yang ada
Pernyataan Camat Sukatani dan Muspika yang meninjau banjir di enam Desa menunjukkan adanya perhatian dari tingkat kecamatan, namun perhatian tersebut belum sepenuhnya diterjemahkan menjadi tindakan konkret di lapangan yang dirasakan oleh warga Kampung Ceger.
warga merasa bahwa pemerintah desa Sukadarma tidak menunjukkan tingkat urgensi yang sama. Sikap “seakan tak peduli” ini dapat memperburuk keadaan, karena warga merasa tidak memiliki dukungan yang memadai dalam menghadapi bencana, yang pada gilirannya dapat meningkatkan frustrasi dan kemarahan.
“Upaya Pencegahan dan Penanganan Banjir yang Terabaikan”
Kurangnya upaya pencegahan dan penanganan banjir yang efektif menjadi salah satu akar masalah di Kampung Ceger. Meskipun Pemdes Sukadarma telah mengerahkan warga untuk membersihkan saluran drainase.
hal ini mungkin hanya bersifat sporadis dan tidak berkelanjutan. Banjir yang terus berulang mengindikasikan adanya masalah struktural yang belum terselesaikan, seperti sistem drainase yang buruk, pendangkalan sungai, atau bahkan tata ruang yang tidak memperhatikan aspek kebencanaan.
Pemerintah Desa Sukadarma, diperlukan langkah-langkah preventif yang lebih proaktif. Ini bisa meliputi normalisasi sungai, perbaikan dan pemeliharaan saluran air secara rutin, serta edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya menjaga kebersihan lingkungan dan tidak membuang sampah sembarangan ke sungai atau saluran air.
Jika upaya pencegahan ini terabaikan, maka banjir akan terus menjadi ancaman yang berulang.
“Peran Pemerintah Desa dalam Mengatasi Krisis Iklim dan Bencana”
Peristiwa banjir di Kampung Ceger, Desa Sukadarma, dapat dilihat sebagai salah satu manifestasi dari dampak perubahan iklim yang semakin nyata.
Fenomena cuaca ekstrem yang menyebabkan banjir dan bencana beruntun seringkali dikaitkan dengan krisis iklim. Pemerintah desa memiliki peran krusial dalam mengantisipasi dan merespons dampak krisis iklim di tingkat lokal.
Ini mencakup penyusunan rencana mitigasi bencana, pengembangan sistem peringatan dini, serta mobilisasi sumber daya lokal untuk penanggulangan.
Persepsi warga adalah bahwa pemerintah desa bersikap acuh. Pemerintah desa seharusnya reaktif terhadap bencana, dan juga proaktif dalam membangun ketahanan masyarakat terhadap perubahan iklim.
Ini bisa meliputi program-program penghijauan, pengelolaan sampah yang lebih baik, atau bahkan advokasi kepada pemerintah daerah yang lebih tinggi untuk perbaikan infrastruktur yang lebih besar.
Kegagalan dalam menjalankan peran ini tidak hanya memperburuk kondisi saat bencana terjadi, tetapi juga melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintahan.
Sikap pemerintah desa yang terkesan acuh tak acuh terhadap keluhan warga dan minimnya tindakan preventif yang efektif telah memicu ketegangan dan konflik di antara masyarakat.
Keadaan ini diperparah dengan kurangnya komunikasi yang transparan dan partisipatif dari pihak pemerintah desa.
Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan pendekatan yang komprehensif, mulai dari evaluasi menyeluruh terhadap sistem drainase dan infrastruktur terkait, hingga peningkatan kapasitas aparatur desa dalam manajemen bencana dan komunikasi publik.
(J.S_Redaksi)