KABUPATEN BEKASI, Jawa Barat || LINGKARAKTUAL.COM || – Aliran air yang seharusnya menjadi sumber kehidupan justru memicu konflik dan bencana di wilayah Sukatani, Kabupaten Bekasi.Selasa (12/08/2025).
Kali Irigasi Srengseng Hilir (BSH) yang melintasi Desa Sukamulya, Kecamatan Sukatani, menjadi titik krusial yang menimbulkan perselisihan antara warga Sukatani dan Sukawangi.
Permasalahan ini berujung pada dampak ekologis yang signifikan, yakni banjir yang merendam rumah-rumah warga di Sukatani dan kekeringan yang mengancam lahan pertanian di Sukawangi.
Kondisi ini menyoroti kompleksitas pengelolaan sumber daya air dan perlunya solusi terpadu untuk mengatasi perselisihan yang berakar pada masalah infrastruktur dan lingkungan.
“Permasalahan Sampah dan Penyumbatan Aliran Air”
Sungai Srengseng Hilir (BSH) di Sukatani menghadapi permasalahan serius akibat penumpukan sampah yang menggunung, bahkan mencapai panjang hingga 300 meter, menimbulkan bau busuk dan ancaman banjir yang nyata.
Tumpukan sampah dan lumpur ini juga menyumbat Kali Irigasi Desa Sukaringin, yang merupakan bagian dari sistem irigasi yang lebih luas, menyebabkan ribuan hektar lahan padi terancam gagal panen.
Kondisi serupa juga terjadi di Kali BSH Sukatani, di mana Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Wilayah IV harus melakukan pengangkatan sampah untuk mengatasi kekeringan yang melanda.
Aliran kali yang menyempit akibat sampah dan eceng gondok menjadi ancaman kekeringan di wilayah utara Kabupaten Bekasi.
Kondisi ini menunjukkan bahwa pengelolaan sampah di bantaran sungai menjadi isu krusial yang berdampak langsung pada kelancaran aliran air irigasi.
Warga Sukatani bahkan sampai memutar otak untuk mencari solusi dengan membawa sampah bernilai ekonomis ke kantor kecamatan dengan harapan akan mendapatkan bayaran, sebuah inisiatif yang patut diapresiasi dalam upaya penanganan sampah.
Namun, upaya ini tentu belum cukup untuk mengatasi skala permasalahan yang ada.
DLH Kabupaten Bekasi juga telah melakukan pengangkutan sampah di Sungai Srengseng Hilir. Namun, jika bangli di srengseng Hilir tidak di tertibkan, ini akan terus menjadi akar masalah tidak berfungsi nya aliran air yang stabil.
“Dampak Banjir di Sukatani Akibat Aliran yang Terhambat”
Luapan Kali Cikarang telah menyebabkan ratusan rumah di Sukatani terendam banjir. Kondisi ini diperparah ketika bantaran Kali Cikarang jebol di Kampung Gandu, Sukatani, yang kembali melanda banjir.
Warga Sukatani bahkan mendesak pemerintah untuk meninjau ulang rehabilitasi saluran air Cikarang, mengindikasikan adanya ketidakpuasan terhadap upaya perbaikan yang telah dilakukan.
Banjir yang terjadi di Sukatani ini dapat dikaitkan dengan penyumbatan aliran air di Kali Irigasi Srengseng Hilir (BSH) yang menghambat pembuangan air.
Ketika aliran air tidak lancar karena tersumbat sampah atau sedimentasi, air akan cenderung meluap ke daerah sekitarnya, terutama saat curah hujan tinggi.
Salah satu warga harapan jaya kecamatan Muara gembong”(Hasan)” Biasa di Panggil “Batak” dalam seruannya. “Ya. Petani di sini sudah lama tidak mendapatkan debit air, karena tersumbat di kali srengseng hilir.”Katanya.
Kali srengseng hilir tersumbat sampah, dan mengakibatkan banjir air meluap ke rumah-rumah warga di sukatani, sehingga irigasi di utara mengering dan sawah petani tidak teralirkan air menimbulkan gagal tanam.”masih kata Hasan.
Hasan juga memohon kepada Bupati Bekasi “Ade Kuswara, untuk meninjau langsung ke lokasi kali srengseng hilir, dan mengerahkan satpol-PP untuk menertibkan bangli di bantaran kali srengseng hilir harus di bongkar agar air mengalir normal, Karena, bangli di kali utara sudah merata di bongkar. “Pungkasnya.
“Kekeringan di Sukawangi Akibat Pengalihan Air”
Sementara Sukatani dilanda banjir, wilayah Sukawangi justru mengalami kekeringan. Fenomena ini dapat dijelaskan oleh bagaimana pengelolaan aliran air di Kali Irigasi Srengseng Hilir (BSH) memicu konflik kepentingan antara kedua wilayah.
Ketika Kali BSH tersumbat di bagian hilir (Sukatani), upaya untuk mengalirkan air ke lahan pertanian di Sukawangi menjadi terhambat.
Di sisi lain, jika ada upaya untuk mengalihkan atau menahan aliran air agar tidak membanjiri Sukatani, maka wilayah hilir seperti Sukawangi yang akan terdampak kekurangan air.
Kekeringan parah kembali melanda wilayah utara Kabupaten Bekasi, mengeringkan ratusan hektare sawah. Hal ini menunjukkan bahwa masalah pengelolaan air di sistem irigasi ini sangat kompleks dan saling terkait.
Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga (SDABMBK) Kabupaten Bekasi sendiri telah melakukan normalisasi 33 titik saluran irigasi untuk mendorong air ke lahan pertanian, namun jika sumber utamanya bermasalah, upaya normalisasi ini mungkin tidak memberikan solusi yang optimal.
Pemerintah Kabupaten Bekasi dan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum juga bersinergi dalam rehabilitasi irigasi Srengseng Hilir, menunjukkan kesadaran akan pentingnya perbaikan infrastruktur air.
“Konflik Kepentingan dan Koordinasi Antar Warga”
Konflik antara warga Sukatani dan Sukawangi terkait pengelolaan Kali Irigasi Srengseng Hilir (BSH) mencerminkan adanya benturan kepentingan yang tajam.
Warga Sukatani yang terdampak banjir tentu menginginkan aliran air lancar agar genangan segera surut, sementara warga Sukawangi yang mengalami kekeringan membutuhkan pasokan air yang memadai untuk pertanian mereka.
Perbedaan kebutuhan dan prioritas ini seringkali menimbulkan ketegangan dan perselisihan. Camat Sukatani sendiri telah berupaya mengoordinasikan bantuan untuk korban banjir di empat desa di wilayahnya, menunjukkan respons pemerintah daerah terhadap dampak bencana yang dialami warganya.
Namun, penyelesaian konflik ini tidak hanya sebatas memberikan bantuan, tetapi juga menuntut adanya solusi struktural yang dapat menyeimbangkan kebutuhan kedua belah pihak.
Pentingnya koordinasi antar warga dan pemerintah menjadi kunci utama dalam menyelesaikan permasalahan ini agar tidak berlarut-larut dan menimbulkan kerugian lebih besar lagi bagi semua pihak.
Tanpa komunikasi dan kolaborasi yang baik, masalah ini akan terus berulang dan memperburuk kondisi sosial serta lingkungan di wilayah tersebut.
“Solusi Jangka Panjang dan Pengelolaan Terpadu”
Menyelesaikan permasalahan Kali Irigasi Srengseng Hilir (BSH) yang menimbulkan konflik antar warga Sukatani dan Sukawangi, serta menyebabkan banjir dan kekeringan, memerlukan pendekatan yang komprehensif dan solusi jangka panjang.
Pertama, revitalisasi dan normalisasi Kali BSH secara menyeluruh menjadi prioritas utama. Ini mencakup pembersihan tumpukan sampah dan lumpur secara rutin, serta pengerukan sedimen yang menumpuk.
Pembangunan infrastruktur yang lebih kokoh dan memadai, seperti tanggul atau saluran air yang diperlebar, perlu dipertimbangkan untuk mencegah luapan air saat musim hujan dan memastikan distribusi air yang merata saat musim kemarau.
Kedua, diperlukan sistem pengelolaan sumber daya air yang terpadu dan partisipatif. Ini melibatkan pembentukan forum komunikasi antara warga Sukatani dan Sukawangi dengan pemerintah daerah, serta instansi terkait seperti BBWS Citarum.
Forum ini dapat menjadi wadah untuk menyepakati aturan main dalam penggunaan air, memecahkan konflik kepentingan, dan merencanakan program-program perbaikan bersama.
Sistem peringatan dini bencana banjir dan kekeringan juga perlu ditingkatkan agar masyarakat dapat segera mengambil tindakan mitigasi.
Ketiga, edukasi dan peningkatan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya menjaga kebersihan lingkungan, terutama di bantaran sungai, sangat krusial.
Kampanye pengelolaan sampah yang efektif, termasuk penerapan sistem bank sampah atau program daur ulang, dapat membantu mengurangi jumlah sampah yang berakhir di sungai.
Mendorong warga untuk tidak membuang sampah sembarangan adalah langkah fundamental.
Keempat, evaluasi dan peninjauan ulang terhadap program-program rehabilitasi saluran air yang telah dilaksanakan perlu dilakukan secara berkala untuk memastikan efektivitasnya dan mengidentifikasi area yang masih memerlukan perbaikan.
Dengan demikian, upaya penanganan banjir dan kekeringan dapat berjalan lebih efektif dan berkelanjutan, menciptakan keseimbangan ekologis serta harmonisasi sosial di wilayah Sukatani dan Sukawangi.
(Hendrik Badong)
Editor: Jefri Susanto