KABUPATEN BEKASI, Jawa Barat || LINGKARAKTUAL.COM || – Kabupaten Bekasi saat ini menghadapi krisis sampah yang serius, dengan status darurat sampah dicanangkan sejak awal tahun 2023. Permasalahan ini semakin diperparah oleh produksi sampah harian yang mencapai 2.600 ton, sementara Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Burangkeng, yang merupakan satu-satunya fasilitas di Kabupaten Bekasi, telah menggunung dan kelebihan kapasitas.
“Darurat Sampah di Kabupaten Bekasi: Sebuah Tinjauan Mendalam”
Kabupaten Bekasi telah resmi menyandang status darurat sampah sejak bulan Februari 2023, sebuah kondisi yang menandakan seriusnya masalah limbah di wilayah tersebut.
Permasalahan ini bukan sekadar isu estetika, melainkan telah merambah ke berbagai aspek, mulai dari kesehatan lingkungan hingga kualitas hidup masyarakat. Data menunjukkan bahwa produksi sampah harian di Kabupaten Bekasi mencapai angka yang fantastis, yakni sekitar 2.600 ton per hari.
Jumlah ini tentu saja menempatkan Kabupaten Bekasi dalam posisi genting, mengingat kapasitas penampungan sampah yang ada sangat terbatas.
Satu-satunya TPA yang beroperasi di Kabupaten Bekasi, TPA Burangkeng di Setu, telah mengalami kelebihan kapasitas yang signifikan.
Gundukan sampah yang menjulang tinggi di TPA Burangkeng tidak hanya menjadi pemandangan yang mengkhawatirkan, tetapi juga menjadi indikator kegagalan sistem pengelolaan sampah yang ada.
Keberadaan bak sampah/Container Waste sampah ini belum mampu mengimbangi volume sampah yang terus meningkat, terutama di tingkat desa seperti Desa Sukadarma Kecamatan Sukatani yang kemungkinan besar menghadapi tantangan serupa terkait minimnya fasilitas pengelolaan sampah di lingkungan mereka.
Gundukan sampah yang menjulang semakin banyak di Kp Ceger Rt.001/003 Desa Sukadarma Kecamatan Sukatani semakin hari semakin bertambah dan menggunung.
Dalam hal tersebut Pemerintah khususnya Desa Sukadarma harus segera membenahi dan fasilitasi Waste Container(Bak Sampah) di setiap lingkungan, agar masyarakat dapat membuang sampah pada tempat yang di fasilitasi Pemerintah,
Dan dalam Kondisi tersebut warga sekitar mengeluhkan adanya tumpukan sampah yang menggunung di tengah pemukiman warga, lebih kritis nya zona lahan sampah tersebut milik warga sekitar, yang dijadikan oleh masyarakat untuk membuang sampah di lahan tersebut.
Hal ini menjadi krusial, bahwa Dinas Lingkungan Hidup (DLHK) harus mendorong Desa Sukadarma untuk mengambil langkah yang kongkrit atas pembenahan sampah di tengah pemukiman warga.
Salah satu warga mengeluhkan dan menyuarakan kondisi sampah menggunung. Sebut saja “(EY)”. “Ya. Harus sampai kapan kondisi sampah ini berada di tengah pemukiman saya, saya sudah mencegah warga sekitar untuk tidak membuang sampah di lahan tersebut, tetapi warga tetap membunangnya. “Ungkapnya.
di sisi waktu, “(SY) juga mengeluhkan hal tersebut,
“Ini akan menjadi wabah penyakit, sampah ini berbahaya, warga tetap saja membuang sampah di lahan itu, sudah sering saya di tegur, tetapi masih membuang sampah di situ.” Ujarnya.
Melihat kondisi ini, pemerintah Desa Sukadarma harus segera menyediakan fasilitas Waste Container(Bak Sampah). mengingat sudah ada beberapa warga yang terkena penyakit DBD, dan harus berapa korban lagi yang mengalami DBD ini akibat lingkungan tidak sehat dan menjadi berkembang biak nyamuk yang membahayakan yang mencipatakan wabah penyakit demam berdarah.
Situasi ini diperparah dengan dugaan ketidakmampuan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) setempat dalam mengatasi masalah sampah yang terus menumpuk. Meskipun status darurat telah ditetapkan, solusi komprehensif yang efektif belum terlihat secara masif.
Kurangnya ketersediaan fasilitas penampungan primer seperti waste container atau tempat pembuangan sementara (TPS) yang memadai di tingkat lingkungan, terutama di Desa-desa seperti Sukadarma, menjadi salah satu akar masalah. Sampah yang tidak tertampung secara layak akan berakhir di parit, sungai, atau bahkan dibakar secara ilegal, menimbulkan masalah pencemaran air dan udara yang serius.
Tumpukan sampah liar di pinggir jalan atau lahan kosong menjadi pemandangan lumrah, mencerminkan kurangnya infrastruktur dan kesadaran dalam pengelolaan sampah.
Dampak dari kondisi darurat sampah ini sangat multidimensional. Secara ekologis, pencemaran tanah dan air menjadi ancaman nyata, merusak ekosistem lokal dan mengancam sumber daya air bersih bagi masyarakat. Bau tak sedap, keberadaan lalat dan tikus, serta risiko penyebaran penyakit menjadi konsekuensi langsung yang mengganggu kesehatan dan kenyamanan warga. Secara sosial, masalah sampah juga dapat memicu konflik antarwarga atau antara warga dengan pemerintah daerah terkait penempatan dan pengelolaan sampah.
Penanganan darurat sampah di Kabupaten Bekasi memerlukan pendekatan yang terintegrasi dan masif, melibatkan berbagai pihak mulai dari pemerintah daerah, masyarakat, hingga sektor swasta. Tanpa upaya serius dan terencana, status darurat sampah ini akan terus menjadi beban berat bagi Kabupaten Bekasi, menghambat kemajuan dan kesejahteraan masyarakatnya tertutama di Desa Sukadarma.
“Tantangan Pengelolaan Sampah di Tingkat Desa Sukadarma”
Permasalahan sampah yang mendera Kabupaten Bekasi secara umum juga tercermin bahkan mungkin diperparah di tingkat desa, termasuk di Desa Sukadarma. Salah satu tantangan utama yang dihadapi Desa Sukadarma adalah ketiadaan fasilitas waste container yang memadai di lingkungan.
Kondisi ini menyebabkan masyarakat kesulitan menempatkan sampah rumah tangga secara teratur dan higienis, sehingga memicu penumpukan sampah liar di berbagai lokasi. Tanpa waste container yang mudah diakses, masyarakat cenderung membuang sampah di sembarang tempat, seperti pinggir jalan, aliran sungai, atau lahan kosong, yang pada akhirnya menciptakan pemandangan kumuh dan sumber pencemaran lingkungan.
Kekumuhan akibat tumpukan sampah bukan hanya masalah estetika, melainkan juga masalah kesehatan masyarakat. Sampah yang membusuk akan menarik lalat, tikus, dan serangga lainnya yang berpotensi menjadi vektor penyakit.
Bau busuk yang menyengat juga mengganggu kenyamanan warga dan dapat menurunkan kualitas udara yang dihirup sehari-hari. Selain itu, praktik pembakaran sampah secara manual yang masih sering dilakukan oleh sebagian warga sebagai upaya darurat untuk mengurangi volume sampah, justru menghasilkan emisi gas berbahaya yang berkontribusi pada polusi udara dan perubahan iklim.
Praktik ini juga tidak efektif dalam mengurangi volume sampah secara keseluruhan, karena hanya mengubah bentuk sampah menjadi abu dan asap, sementara residu berbahaya tetap tertinggal.
Pemerintah Desa Sukadarma menghadapi pekerjaan rumah yang besar untuk mengatasi masalah sampah ini. Optimalisasi peran bak sampah yang ada, edukasi masyarakat tentang pentingnya pengelolaan sampah yang bertanggung jawab, serta pengadaan fasilitas waste container atau sistem penampungan sampah komunal yang efektif menjadi langkah-langkah krusial yang harus segera diimplementasikan.
Tanpa intervensi yang serius dan terarah, masalah sampah di Desa Sukadarma akan terus menjadi momok yang mengganggu kesehatan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat setempat.
Pemberdayaan masyarakat dan kolaborasi dengan pihak terkait juga perlu digalakkan untuk menciptakan desa bersih dan sehat.
“Dampak Lingkungan dan Kesehatan Akibat Kurangnya Fasilitas Sampah”
Kurangnya fasilitas waste container di lingkungan, seperti yang mungkin terjadi di Desa Sukadarma, memiliki dampak berantai yang merugikan baik bagi lingkungan maupun kesehatan masyarakat.
Lingkungan adalah pihak pertama yang merasakan dampak langsung dari penumpukan sampah yang tidak terkelola. Tanah dan air menjadi media utama pencemaran.
Ketika sampah dibuang sembarangan, zat-zat berbahaya dari sampah seperti logam berat, bahan kimia, atau mikroplastik dapat meresap ke dalam tanah dan mencemari lapisan air tanah. Air tanah yang tercemar ini, jika digunakan sebagai sumber air minum atau irigasi, akan membahayakan manusia dan makhluk hidup lainnya.
Terlebih lagi, ketika sampah menumpuk di aliran sungai atau saluran air, akan terjadi penyumbatan yang berujung pada banjir, terutama saat musim hujan. Sampah yang menyumbat aliran air juga dapat menyebabkan genangan air kotor, menjadi sarang nyamuk, dan menimbulkan bau tak sedap yang mengganggu.
Pemerintah Kabupaten Bekasi memiliki peran sentral dalam mengatasi status darurat sampah yang saat ini dialami. Komitmen untuk merealisasikan resolusi mengenai sampah pada awal tahun 2023 telah diutarakan, namun tantangan di lapangan masih sangat besar.
Salah satu upaya yang telah dan akan terus digalakkan adalah pembentukan bakk sampah di setiap Desa dan di Setiap RT. Pembangunan Tempat Pengelolaan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS3R). Harapannya, 187 desa di Kabupaten Bekasi akan memiliki bak sampah dan TPS3R sebagai garda terdepan dalam pengelolaan sampah dari sumbernya. Namun, meskipun sudah ada 200 unit bak sampah, kuantitas sampah yang masuk ke TPA Burangkeng masih sangat tinggi, menunjukkan bahwa upaya ini perlu ditingkatkan dan diperkuat secara signifikan.
(Redaksi)