Beranda Bencana Alam Bencana Alam Tanah Longsor Tambang Batu Alam Terjadi di Gunung Kuda, Cirebon,...

Bencana Alam Tanah Longsor Tambang Batu Alam Terjadi di Gunung Kuda, Cirebon, Jawa Barat, Menyebabkan Dampak Signifikan Terhadap Korban Jiwa dan Proses Evakuasi

CIREBON, Jawa Barat || LINGKARAKTUAL.COM || – Bencana longsor tambang batu alam di Gunung Kuda, Cirebon, mengakibatkan dampak serius, terutama terkait korban jiwa.

Data awal menunjukkan bahwa lima orang ditemukan tewas tertimbun material longsor. Proses evakuasi berlangsung intensif, dengan tim penyelamat berupaya mencari lebih dari 10 orang yang dilaporkan masih tertimbun.

Kondisi di lapangan sangat menantang, mengingat material longsor yang berat dan luasnya area terdampak. Menurut laporan, hingga beberapa waktu setelah kejadian, delapan orang dilaporkan tewas, sementara 10 orang masih dalam pencarian.

Total korban tewas akibat longsor ini kemudian dikonfirmasi mencapai 10 orang, dengan 12 orang mengalami luka-luka. BNPB juga menegaskan bahwa 10 orang meninggal dunia dalam bencana longsor tambang di Cirebon ini.

Upaya evakuasi tidak hanya melibatkan pencarian korban, tetapi juga penanganan terhadap mereka yang berhasil ditemukan, baik dalam kondisi meninggal dunia maupun luka-luka. Tim medis dan relawan dikerahkan untuk memberikan pertolongan pertama serta memindahkan korban ke fasilitas kesehatan terdekat.

Kejadian ini memerlukan
koordinasi yang cepat dan efektif antara berbagai pihak, seperti Basarnas, BPBD, kepolisian, dan tim medis, untuk memaksimalkan peluang penyelamatan.

Tantangan utama dalam operasi evakuasi adalah kondisi medan yang sulit dijangkau, serta potensi longsor susulan yang dapat membahayakan petugas dan warga sekitar.

“Kondisi Gunung Kuda dan Jenis Tambang”

Gunung Kuda, lokasi terjadinya longsor, merupakan area pertambangan batu alam di Cirebon. Batu alam yang ditambang di lokasi ini umumnya digunakan untuk berbagai keperluan konstruksi dan dekorasi.

Sifat geologis daerah Gunung Kuda, dengan material batuan yang mudah longsor, diduga menjadi faktor predisposisi terjadinya bencana. Aktivitas penambangan, meskipun memberikan manfaat ekonomi, juga dapat mengubah struktur tanah dan bukit, menjadikannya lebih rentan terhadap pergerakan massa tanah.

Metode penambangan yang dilakukan, baik secara manual maupun menggunakan alat berat, dapat menciptakan lereng-lereng curam dan tidak stabil, yang berisiko tinggi saat terjadi curah hujan ekstrem atau guncangan tanah.

Area tambang di Gunung Kuda dikenal sebagai lokasi penambangan batu alam yang aktif, menarik banyak pekerja lokal untuk menggantungkan hidupnya dari aktivitas ini. Namun, kurangnya penerapan standar keselamatan yang ketat atau pengawasan yang kurang memadai dalam beberapa kasus dapat meningkatkan risiko bencana.

Berita Lainnya  Pro Kontra Pembongkaran Bangunan Liar, Kali Cikarang SS Srengseng Desa Sukamulya Kecamatan Sukatani

Bentuk pengerukan yang tidak sesuai dengan kaidah konservasi lingkungan turut memperparah kondisi. Lereng-lereng yang telah dibuka untuk eksplorasi batuKondisi Gunung Kuda dan Jenis Tambang

“Pencarian dan Operasi Penyelamatan Korban Hilang”

Operasi pencarian dan penyelamatan korban hilang di Gunung Kuda, Cirebon, merupakan prioritas utama setelah insiden longsor. Data awal menunjukkan bahwa lebih dari 10 orang dilaporkan masih tertimbun material longsor, sehingga menjadi fokus pencarian.

Tim gabungan dari Basarnas, BPBD, TNI, Polri, dan relawan dikerahkan untuk melakukan proses evakuasi yang intensif. Kondisi lapangan yang berupa timbunan material longsoran berupa tanah dan batu menjadi tantangan besar dalam upaya pencarian ini.

Alat berat seperti ekskavator digunakan untuk membantu mengangkat material longsor, namun pengerjaan tetap harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari korban tambahan atau kerusakan lebih lanjut.

Selain alat berat, pencarian juga dilakukan secara manual oleh tim SAR yang teliti memeriksa setiap celah dan tumpukan material. Anjing pelacak juga turut dikerahkan untuk membantu menemukan korban yang mungkin terkubur.

Operasi pencarian ini sering kali berlangsung selama beberapa hari, bahkan hingga lebih dari seminggu, mengingat luasnya area terdampak dan banyaknya material yang harus dipindahkan. Setiap penemuan korban, baik dalam kondisi selamat maupun meninggal, dilaporkan secara berkala kepada publik.

Tim medis siaga di lokasi untuk memberikan pertolongan pertama kepada korban yang berhasil ditemukan dalam kondisi hidup. Sementara itu, untuk korban meninggal, proses identifikasi dan penanganan jenazah dilakukan sesuai prosedur yang berlaku.

Kendala cuaca, seperti hujan deras, juga dapat menghambat operasi pencarian, memaksa penghentian sementara demi keselamatan petugas.

“Peringatan dan Tindakan Mitigasi Longsor Susulan”

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Barat telah mengeluarkan peringatan tentang potensi longsor susulan di area terdampak longsor Gunung Kuda Cirebon. Peringatan ini penting mengingat kondisi geologis wilayah yang masih labil pasca-kejadian.

Berita Lainnya  Ahli Waris "Samba Bin Juha" Mohon Bupati Kabupaten Bekasi untuk Menyelesaikan Sengketa Tanah Lahan Sekolah SDN Karang Sentosa 01

Curah hujan yang tinggi merupakan salah satu pemicu utama longsor, sehingga kewaspadaan harus ditingkatkan, terutama di musim penghujan. Untuk tindakan mitigasi, BPBD mengimbau masyarakat, khususnya pekerja tambang dan warga sekitar, untuk menjauhi area tambang yang rawan longsor.

Sosialisasi mengenai tanda-tanda awal longsor, seperti retakan tanah, pohon miring, atau mata air baru, perlu digencarkan. Selain itu, pemasangan alat deteksi dini longsor di titik-titik rawan dapat membantu memberikan peringatan lebih awal.

Pemerintah daerah juga diharapkan segera melakukan kajian geologi secara menyeluruh di Gunung Kuda untuk memetakan zona-zona rawan longsor dan menentukan langkah-langkah penanganan jangka panjang.

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang lebih memperhatikan aspek kebencanaan perlu diterapkan, terutama terkait izin penambangan. Reklamasi lahan bekas tambang yang sudah ditinggalkan juga penting untuk mengembalikan kondisi lingkungan yang lebih stabil.

Penanaman vegetasi dengan akar kuat dapat membantu mengikat tanah dan mengurangi risiko longsor.

Koordinasi antara pemerintah, pelaku usaha tambang, dan masyarakat mutlak diperlukan untuk menciptakan kawasan tambang yang lebih aman dan berkelanjutan, serta meminimalisir risiko bencana di masa mendatang.

“Konteks Bencana di Jawa Barat pada Maret 2025”

Bencana longsor di Cirebon ini merupakan bagian dari rangkaian bencana yang melanda Jawa Barat pada Maret 2025. Dilaporkan bahwa banjir dan longsor mengepung Jawa Barat pada tanggal 15 Maret 2025.

Kondisi ini menunjukkan bahwa wilayah Jawa Barat memiliki kerentanan tinggi terhadap bencana hidrometeorologi, terutama saat musim penghujan. Faktor geografis yang didominasi oleh perbukitan dan pegunungan, serta daerah aliran sungai yang padat, membuat wilayah ini rentan terhadap banjir dan longsor.

Perubahan iklim yang menyebabkan curah hujan ekstrem juga turut memperburuk situasi. Adanya aktivitas penggundulan hutan atau perubahan tata guna lahan yang tidak sesuai dengan kaidah konservasi juga dapat memperbesar risiko bencana di berbagai wilayah Jawa Barat.

Pemerintah provinsi dan BPBD di Jawa Barat berkoordinasi secara intensif untuk menangani berbagai bencana yang terjadi secara bersamaan. Penanganan melibatkan evakuasi korban, penyediaan bantuan logistik, pembukaan akses jalan yang tertutup, hingga upaya rehabilitasi pasca-bencana.

Berita Lainnya  Fakta Baru Adik Korban Berikan Pernyataan Tegas Soal Insiden Kakak Kandungnya di SPBU 34-17120 Bekasi Timur

Data kejadian bencana di berbagai daerah di Indonesia, termasuk longsor, juga sering kali dilaporkan pada awal tahun, seperti pada Januari 2025. Hal ini mengindikasikan bahwa periode awal tahun sering kali menjadi puncak musim hujan yang memicu terjadinya bencana hidrometeorologi di berbagai daerah.

Penguatan sistem peringatan dini, peningkatan kesadaran masyarakat, serta pembangunan infrastruktur yang adaptif terhadap bencana menjadi kunci dalam pengelolaan risiko di Jawa Barat.

“Respons dan Kebijakan Pemerintah Terkait Tambang Ilegal”

Meskipun referensi spesifik mengenai status ilegal tambang di Gunung Kuda tidak terdefinisikan secara gamblang, insiden longsor yang terjadi di area tambang batu alam ini seringkali memicu kembali diskusi mengenai pengawasan dan regulasi pertambangan.

Dalam konteks bencana longsor di tambang, pemerintah memiliki peran krusial dalam respons dan peninjauan kebijakan.

Tanggap darurat, seperti mengirimkan tim SAR, relawan, dan bantuan medis, adalah respons awal yang dilakukan pemerintah daerah dan pusat, dalam hal ini juga melibatkan BNPB dan BPBD. Setelah penanganan darurat, fokus beralih ke investigasi penyebab dan evaluasi perizinan tambang. Jika terbukti tambang beroperasi secara ilegal atau tidak sesuai standar keselamatan, tindakan tegas akan diambil.

Pemerintah pusat melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bertanggung jawab atas regulasi pertambangan, termasuk perizinan dan pengawasan keselamatan kerja. Sedangkan pemerintah daerah, dalam hal ini Provinsi Jawa Barat dan Pemkab Cirebon, memiliki peran dalam pengawasan di tingkat lokal serta penegakan hukum terkait izin pertambangan.

Salah satu kebijakan yang sering ditegaskan adalah moratorium izin baru di area rawan bencana atau peninjauan kembali izin yang sudah ada. Edukasi kepada masyarakat dan pelaku usaha mengenai pentingnya keselamatan kerja dan dampak lingkungan dari aktivitas pertambangan juga menjadi bagian dari upaya pemerintah.

Pemulihan lingkungan pasca-bencana, seperti reklamasi lahan, juga menjadi agenda penting untuk mencegah kejadian serupa di masa depan.

(Redaksi)

Bagikan Artikel